Popular Posts

Tuesday, December 21, 2010

TAKDIR MANUSIA TELAH DITETAPKAN




عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة


Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.
[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643] 


Kalimat, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya " maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, "Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya" Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)


Kalimat, "kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya" yaitu Malaikat yang mengurus rahim


Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta'ala.


Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.


Firman Allah, "Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku" menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, "Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab" menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.


Imam Sam’ani berkata : "Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya".


Ada pendapat yang mengatakan : "Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui".


Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :
"Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan".
(QS. Al Lail :7)


"Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan".
(QS.Al Lail :10)


Para ulama berkata : "Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui".


Allah berfirman : "Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki".(QS. Al Baqarah : 255)


Wallau A'lam...!

Thursday, December 16, 2010

SEBAGAIMANA diketahui, bahawa semua yang hidup selain Allah swt baik itu malaikat atau manusia atau jin atau binatang, mereka semua memerlukan sesuatu yang mendatangkan manfaat baginya dan menolak apa sahaja yang membahayakan dirinya. Hal ini tidak mungkin terealisasi kecuali dengan cara ia memiliki wawasan tentang sesuatu yang bermanfaat baginya dan sesuatu yang membahayakan dirinya. Manfaat tiada lain adalah kenikmatan dan kelazatan, sedang bahaya adalah sakit dan seksa.
Seseorang mesti memiliki dua perkara :
- Mengetahui sesuatu yang dicintainya dan dicarinya yang dengannya ia mendapatkan manfaat dan dengan mendapatkannya ia merasa senang, mengetahui alat yang menghantarkannya kepada tujuannya. Disamping kedua hal di atas, ada dua hal lagi yang mesti dimiliki. Setiap orang mengetahui apa sahaja yang dibenci Allah Ta’ala, dimurkai-Nya, dan membahayakan.
- Mengetahui alat untuk menolaknya. Jadi di sini, ada empat hal yang mesti dimiliki oleh setiap orang :
Pertama, sesuatu yang dicintainya dan dikehendaki ada.
Kedua, sesuatu yang dibencinya dan keberadaannya tidak disukainya.
Ketiga, alat untuk mendapatkan sesuatu yang dicintainya dan darinya.
Keempat, alat untuk menolak sesuatu yang dibencinya.
Keempat perkara di atas adalah persoalan yang mendesak bagi setiap orang, bahkan bagi semua manusia. Kewujudan dirinya dan kebaikannya tidak mungkin tegak kecuali dengan keempat hal di atas. Jika hal ini telah diketahui dengan baik, sesungguhnya Allah swt adalah yang wajib dijadikan sebagai tujuan akhir, dan tempat mengarahkan doa. Keredhaan Allah, dan kedekatan dengan-Nya mesti dicari. Allah swt adalah yang membantu tercapainya semua hal tersebut.
Beribadah kepada selain Allah swt, tertarik kepada selain Allah swt, dan menyatu dengan selain Allah swt adalah sesuatu yang dibenci Allah swt dan membahayakan. Dan Allah swt adalah yang membantu menolak semua itu. Hanya Allah swt yang mempunyai keempat sifat di atas dan bukan yang lain. Allah swt adalah Tuhan yang berhak disembah, dicintai dan dijadikan akhir. Allah yang membantu hamba-Nya untuk sampai pada-Nya dan beribadah kepada-Nya. Sesuatu yang dibenci tidak lain kerana kehendak-Nya dan kudrat-Nya. Dan Allah yang membantu hamba-Nya menolak itu semua dan dalam dirinya, seperti dikatakan manusia yang paling kenal dengan-Nya :
“Ya Allah, aku berlindung diri dengan keredhaan-Mu dari murka-Mu. Aku berlindung diri dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu. Aku berlindung diri dengan-Mu dari seksa-Mu.” (Diriwayatkan Muslim, Abu Daud, At-Tirmizi, An-Nasa’i dan Ibn Majah)
Rasulullah saw juga bersabda :
“Ya Allah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku menghadapkan wajahku kepada-Mu. Aku menyerahkan segala urusanku kepada-Mu. Aku menyandarkan tulang punggungku kepada-Mu dengan harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat menyandarkan diri dan tempat menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Jadi semua urusan adalah milik Allah swt seluruh pujian adalah milik Allah swt seluruh kerajaan adalah milik Allah swt semua kebaikan berada di tangan-Nya. Seorang pun dan makhluk-Nya tiada ada yang sanggup memberikan sanjungan lengkap kepada-Nya.
Allah swt adalah seperti yang Dia pujikan terhadap diri-Nya dan di atas pujian seluruh makhluk-Nya. Oleh kerana itu, kebaikan seorang hamba, dan kebahagiaannya adalah dengan melaksanakan makna firman Allah swt :
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Al-Fatihah : 5)
Sesungguhnya peribadatan itu mencakup tujuan, namun dalam bentuk yang sangat sempurna, dan musta’an (tempat meminta pertolongan) adalah pihak yang membantu tercapainya tujuan. Peribadatan itu mengandungi maknauluhiyah, dan meminta pertolongan kepada Allah swt itu mengandungi maknarububiyah.
Sesungguhnya Tuhan adalah sesuatu yang disukai hati dengan penuh cinta, peringatan, penghormatan, pengagungan, merendahkan diri, patuh, takut, berharap, dan tawakal. Dan Tuhan itu ialah pihak yang memelihara hamba-Nya kemudian Dia memberikan banyak hal kepadanya, dan membimbingnya kepada kemaslahatan dirinya.
Jadi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tiada rabb selain Allah. Sebagaimanrububiyah selain Allah swt adalah kebatilan yang paling batil, maka uluhiyahselain Allah swt juga merupakan kebatilan yang paling buruk.
Kedua prinsip ini diterangkan Allah swt dalam banyak ayat-ayat dalam kitab-Nya, seperti firman-Nya :
“Maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya.” (Huud : 123)
Atau seperti firman Allah swt tentang Nabi-Nya, Syu’aib a.s. :
“Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku kembali.” (Huud : 88.)
Atau seperti firman-Nya :
“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup, Yang Tidak Mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.” (Al-Furqan : 58.)
Atau seperti firman-Nya :
“Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan timur dan barat, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.” (Al-Muzammil : 8-9)
Atau seperti firman-Nya :
“Katakanlah: Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.” (Ar-Ra’du : 30)
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud :
“Ya Allah, berdasarkan pengetahuan-Mu terhadap alam ghaib, dan kemampuan-Mu terhadap semua makhluk, hidupkan aku jika Engkau mengetahui kehidupan itu lebih baik bagiku dan matikan aku jika Engkau mengetahui kematian itu lebih baik bagiku. Aku memohon kepada-Mu rasa takut kepada-Mu di alam ghaib dan alam nyata. Aku memohon kepada-Mu perkataan yang benar dalam marah dan senang. Aku memohon kepada-Mu hemat pada saat miskin dan kaya. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak habis-habisnya. Aku memohon kepada-Mu penyegar mata yang tidak terputus. Aku memohon kepada-Mu sikap redha setelah adanya qadha’. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan melihat wajah-Mu. Aku memohon kepada-Mu duduk bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiaslah kami dengan hiasan iman, dan jadikan kami sebagai juru petunjuk yang mendapatkan petunjuk.” (Diriwayatkan An-Nasai, Imam Ahmad, Ibnu Hibban dalam Solehnya dan imam-imam lainnya)
Dalam doa yang agung di atas, Rasulullah saw menggabungkan antara sesuatu yang paling baik didunia yakni rindu bertemu dengan Allah swt dengan sesuatu yang sangat baik diakhirat yakni melihat wajah Allah swt. Kesempurnaan seorang hamba itu sangat ditentukan oleh tidak adanya sesuatu yang membahayakan dunianya dan menggangu agamanya, oleh kerana itu Rasulullah saw berdoa: “Tanpa penderitaan yang membahayakan dan tanpa fitnah yang menyesatkan.”
Kesempurnaan seorang hamba ialah dengan mengetahui kebenaran, mengikutinya, mengajarkannya kepada orang lain, dan membimbingnya kepada kepadanya, oleh kerana itu Rasulullah saw berdoa: “Dan jadikan kami sebagai juru petunjuk yang mendapatkan petunjuk.”
Redha yang bermanfaat adalah redha setelah berlakunya qadha’ dan bukan sebelumnya. Itulah hasrat untuk redha. Jika qadha’ telah berlaku, maka terbukalah hasrat tersebut. Oleh kerana itu, Rasulullah saw meminta redha setelah adanya qadha’. Sesungguhnya sesuatu yang telah ditakdirkan itu boleh dihadapi dengan dua penyikapan.
  • Pertama, istikharah sebelum takdir tersebut berlaku.
  • Kedua, redha setelah takdir tersebut berlaku.
Kebahagiaan seorang hamba ialah dengan menghubungkan kedua hal tersebut, seperti disebutkan dalam Al-Musnad, dan lain-lain bahawa Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya di antara kebahagiaan anak keturunan Adam ialah istikharah kepada Allah dan keredhaannya terhadap apa yang telah diputuskan Allah. Dan sesungguhnya kemalangan anak keturunan Adam ialah meninggalkan istikharah kepada Allah dan kebenciannya terhadap apa yang telah diputuskan Allah Ta’ala.” (Diriwayatkan Ahmad)
Takut kepada Allah swt adalah sumber semua kebaikan di alam nyata dan alam ghaib, oleh kerana itu Rasulullah saw memohon kepada Allah Ta’ala rasa takut kepada-Nya di alam ghaib dan alam nyata.
Sebahagian besar manusia boleh berkata dengan benar ketika ia senang. Jika ia sedang emosi, maka emosi menghantarkannya kepada kebatilan, dan tidak tertutup kemungkinan kesenangan memasukkan dirinya ke dalam kebatilan, oleh kerana itu Rasulullah saw memohon kepada Allah swt agar Dia membimbingnya sehingga beliau boleh berkata benar ketika marah dan senang.
Salah seorang salaf berkata :
“Janganlah anda menjadi orang yang jika senang, maka kesenangannya memasukkannya ke dalam kebatilan, dan jika ia marah maka kemarahannya mengeluarkannya dari kebenaran.”
Kemiskinan dan kekayaan adalah petaka dan musibah di mana Allah swt menguji seorang hamba dengan keduanya. Allah melapangkan tangan-Nya kepada orang kaya, dan menahannya ada orang miskin. Oleh kerana itu, Rasulullah saw memohon kepada Allah hemat dalam kedua keadaan tersebut, yakni sikap pertengahan yang tidak mengandungi sikap berlebih-lebihan dan pelit.
Kenikmatan itu ada dua jenis :
  • Pertama, kenikmatan untuk badan.
  • Kedua, kenikmatan untuk hati yakni penyejuk mata.
Kesempurnaan seseorang ialah dengan adanya kenikmatan tersebut secara terus menerus, oleh kerana itu Rasulullah saw menggabungkan keduanya dalam doanya: “Aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak habis-habisnya. Aku memohon kepada-Mu penyegar mata yang tidak terputus.”
Perhiasan itu ada dua :
  • Pertama, perhiasan badan.
  • Kedua, perhiasan hati.
Perhiasan hati adalah perhiasan yang sangat agung, dan paling signifikan. Jika perhiasan hati telah didapatkan, secara tidak langsung didapatkan pula perhiasan badan dengan sempurna. Oleh kerana itu, Rasulullah saw memohon Rabbnya perhiasan batin. Beliau berdoa: “Ya Allah, hiaskan kami dengan hiasan iman.”
Kehidupan di dunia ini tidak menyenangkan semua orang, bahkan mengelilingi kesedihan, kesusahan, penderitaan batin dan penderitaan oleh kerana itu, Rasulullah saw memohon kesenangan setelah mati. Maksud dan ini semua ialah menerangkan, bahawa Rasulullah saw menggabungkan dalam doa di atas antara selamat indah di dunia dengan sesuatu yang sangat indah di akhirat.
Sesungguhnya keperluan manusia kepada Tuhan mereka, beribadah kepada-Nya, dan menjadikan-Nya sebagai Tuhan mereka adalah sama dengan keperluan mereka kepada penciptaan untuk mereka, pemberian rezeki oleh-Nya kepada mereka, penyihatan badan merekea, penutupan aurat mereka, dan pengamanan ketakutan mereka.
Bahkan sesungguhnya keperluan mereka, dan pengamanan ketakutan mereka. Bahkan sesungguhnya keperluan mereka untuk menjadikan Allah swt sebagai Tuhan sesembahan mereke, mereka mencintai-Nya, dan beribadah kepada-Nya adalah lebih agung, kerana hal tersebut adalah tujuan akhir mereka.
Tidak ada kebaikan bagi mereka, kenikmatan bagi mereka, keberuntungan bagi mereka, kelazatan bagi mereka dan kebahagiaan bagi mereka kecuali dengan prinsip tersebut. Oleh kerana itu, kalimat ‘Laa ilaaha illallahu’ adalah kebaikan paling baik, dan tauhid uluhiyah adalah akar segala persoalan. Sedang tauhid rububiyah yang di akui orang muslim dan orang kafir, dan disepakati para teolog dalam buku-buku mereka, itu sahaja tidak cukup. Ini sebagaimana diterangkan Allah swt dalam banyak ayat-ayat dalam Kitab-Nya.
Oleh kerana itu, hak Allah swt atas hamba-hamba-Nya hendaknya mereka menyembah-Nya dan menyekutukan-Nya seperti diterangkan dalam hadith sahih yang diriwayatkan Muadz bin Jabal r.a. dari Rasulullah saw yang bersabda :
“Tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?” Aku berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’. Rasulullah saw bersabda: “Hak Allah atas hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Tahukah engkau apa hak hamba-hamba atas Allah jika mereka mengerjakan itu semua?” Aku berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’. Rasulullah saw bersabda: “Hak mereka atas Allah ialah hendaknya Allah tidak menyeksa mereka di neraka.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
Oleh kerana itu, Allah swt mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertauhid, serta berbahagia dengan taubat mereka. Itulah kelazatan terbesar bagi seorang hamba, kebahagiaannya, dan kenikmatannya. Di dunia ini tidak ada sesuatu apa pun selain Allah swt yang menyenangkan hati, mendamaikannya, dan senang menghadap kepada-Nya.
Barangsiapa menyembah selain Allah swt kemudian ia mendapatkan manfaat dan kelazatan, sesungguhnya bahayanya lebih banyak berkali lipat daripada manfaatnya. Hal ini seperti memakan makanan yang lazat namun beracun. Jika di langit dan bumi terdapat tuhan-tuhan selain Alalh swt, pasti langit dan bumi menjadi rosak berantakan seperti difirmankan Allah swt :
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rosak binasa.” (Al-Anbiya’ : 22)
Begitu juga hati, jika di dalamnya terdapat Tuhan selain Allah Ta’ala, ia rosak dan tidak boleh diharapkan baik kembali kecuali dengan mengeluarkan Tuhan selain Allah dalam hati tersebut, kemudian hanya Allah sahaja yang menjadi Tuhannya yang ia cintai, berharap kepada-Nya, takut kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya, dan berperingatan kepada-Nya.
Ketiga, sesungguhnya keperluan seorang hamba untuk menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun itu tidak boleh diukur dengan apa pun. Kalau pun boleh diukur, ia boleh diukur dengan keperluan badan kepada makanan, minuman, dan nafas, namun antara keduanya tetap ada perbezaan tajam.
Sesungguhnya hakikat seorang hamba adalah hatinya dan rohnya. Tidak ada kebaikan bagi seorang hamba kecuali dengan Tuhannya Yang Maha Benar yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. Ia tidak damai kecuali dengan zikir kepada-Nya, ia tidak tenteram kecuali dengan mengenal-Nya dan mencintai-Nya. Ia berjalan dengan serius kepada-Nya sehingga berjumpa dengan-Nya, dan ia mesti berjumpa dengan-Nya. Tidak ada kebaikan baginya kecuali dengan mentauhidkan-Nya dengan mencintai-Nya, beribadah kepada-Nya, takut kepada-Nya dan berharap kepada-Nya.
Seandainya ia mendapatkan kelazatan dan kesenangan dengan selain Allah, kelazatan dan kesenangan tersebut tidak abadi, kerana ia akan pindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dan dari orang kepada orang yang lain. Ia merasa senang kepada orang tertentu pada satu keadaan dan senang dengan orang lain pada keadaan yang lain. Dan seringkali berlaku bahawa kenikamatan selain Allah yang ia rasakan itu menjadi ‘boomerang’, penyebab penderitaannya, dan nestapanya.
Sedang Tuhannya Yang Maha Benar, Dia ada dalam setiap waktu dan setiap keadaan. Di mana pun orang berada, maka jiwa iman kepada Allah, mencintai-Nya, beribadah kepada-Nya, mengagungkan-Nya, dan zikir kepada-Nya adalah makanan manusia, kekuatannya, kebaikannya, dan pilarnya sebagaimana hal ini dirasakan orang-orang beriman, ditunjukkan Al-Quran dan Sunnah, dan dibenarkan fitrah manusia.
Bukan seperti yang dikatakan orang yang sedikit ilmunya dan cukup-cukup bekal kebaikannya. Mereka berkata: bahawa ibadah kepada Allah, zikir kepada-Nya, dan syukur kepada-Nya adalah taklif memberatkan, dan tujuannya untuk menguji, atau untuk memberi balasan pahala, atau untuk melatih jiwa agar ia naik dari darjat haiwan.
Ini terlihat dengan jelas dalam makalah orang-orang yang sedikit ilmunya tentang ar-Rahman, cukup-cukup perasaan hakikat iman, dan bangga dengan ’sampah-sampah pemikiran’ yang dimilikinya.
Justeru ibadah kepada Allah swt, mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya, dan bersyukur kepada-Nya adalah penyejuk mata manusia, kelazatan teragung bagi roh, hati dan badan, serta kenikmatan puncak bagi orang yang berhak mendapatkannya. Allah swt tempat meminta pertolongan dan kepada-Nya kita bertawakal.
Ibadah-ibadah dan perintah-perintah sama sekali tidak dimaksudkan untuk memberatkan dan memenatkan meskipun hal tersebut berlaku di sebahagian ibadah dan perintah kerana adanya sebab-sebab yang merupakan komitmen daripadanya.
Jadi perintah-perintah Allah swt dan hak-Nya yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, dan syariat-syariat-Nya yang Dia tetapkan untuk mereka adalah penyejuk mata, penghibur hati, dan kenikmatan rohani. Dengan itu semua, hati mendapatkan kesembuhan, kebahagiaan, keberuntungan, dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan, tidak ada kebahagiaan, kegembiraan, kenikmatan bagi hati, kecuali dengan perintah-perintah dan syariat-syariat Allah swt seperti difirmankan Allah swt :
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu pelajaran dari Tuhan kamu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada, dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.” (Yunus : 57-58.)
Abu Sa’id Al-Khudri r.a. berkata:
“Kurnia Allah adalah Al-Quran, rahmat-Nya ialah Allah menjadikan kamu sebagai orang yang berhak mendapatkan Al-Quran.”
Hilal bin Yisaf berkata:
“Dengan Islam yang diberikan kepada kamu dan Al-Quran yang diajarkan kepada kamu. Itu semua lebih baik daripada emas dan perak yang kamu kumpulkan.”
Ibnu Abbas, Al-Hasan, dan Qatadah berkata:
“Kurnia Allah adalah Islam, rahmat-Nya adalah Al-Quran.”
Salah seorang dari generasi salaf berkata: “Kurnia Allah adalah Al-Quran, dan rahmat-Nya adalah Islam.”
Identifikasi masalah ini, bahawa kurnia dan rahmat adalah dua hal yang diberikan Allah swt kepada Rasul-Nya saw.
Allah swt berfirman :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu.” (Asy-Syura : 52)
Sesungguhnya Alalh swt mengangkat (meninggikan) seorang hamba dengan Al-Quran dan iman, dan merendahkan orang lain kerana ia tidak memiliki keduanya.
Jika ada yang berkata: Sesungguhnya Allah menamakan perintah-perintah dan ibadah-ibadah sebagai taklif dalam Al-Quran seperti dalam firman-Nya :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah : 286)
Dan firman-Nya :
“Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.” (Al-An’am : 152)
Jawabnya, betul, namun ayat tersebut dalam konteks kalimat negatif, dan Allah swt tidak sahaja menamakan perintah-perintah-Nya, wasiat-wasiat-Nya, dan syariat-syariat-Nya sebagai taklif namun Dia juga menamakannya dengan bahasa lain yakni roh, cahaya, ubat, petunjuk, rahmat, kehidupan, perjanjian, wasiat, dan lain sebagainya.
Keempat, sesungguhnya kenikmatan akhirat yang paling indah, paling agung, dan paling berharga ialah melihat wajah Allah swt, dan mendengarkan firman-Nya, seperti disebutkan dalam Sahih Muslim hadith dari Shuhaib r.a. dari Nabi Muhammad saw yang bersabda :
“Jika penghuni syurga telah memasuki syurga, penyeru memanggil: ‘Wahai semua penghuni syurga, sesungguhnya kamu memiliki janji di sisi Allah dan sekarang Dia ingin memberikannya kepada kamu’. Penghuni syurga berkata: ‘Bukankah Allah telah memutihkan wajah kami, memberatkan timbangan kami, memasukkan kami ke dalam syurga, dan menyelamatkan kami dari neraka?’ Rasulullah saw bersabda: ‘Tirai pun terkuak, kemudia mereka melihat Allah. Mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai dari melihat wajah-Nya’.” (Diriwayatkan Muslim)
Dalam hadith lain :
“Mereka tidak menoleh ke nikmat-nikmat lainnya ketika mereka melihat Allah.”
Pada hadith di atas, Rasulullah saw menerangkan, bahawa meskipun penghuni syurga telah mendapatkan kenikmatan sempurna yakni syurga, namun mereka belum diberi sesuatu yang sangat mereka senangi yakni melihat Allah swt. Nikmat tersebut sangat mereka sukai, kerana dengan nikmat tersebut mereka mendapatkan kelazatan, kenikmatan, kebahagiaan, kesenangan, dan penyejuk mata jauh di atas kenikmatan dengan makan, minum dan wanita-wanita syurga bermata jelita. Antara kedua nikmat tersebut tidak boleh dibandingkan apa pun alasannya.
Oleh kerana itu, Allah berfirman tentang orang-orang kafir :
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.” (Al-Muthaffifin : 15-16)
Allah swt memberi orang-orang kafir dua seksa sekaligus seksa neraka, dan seksa terhalang tidak boleh melihat wajah-Nya sebagaimana Allah Ta’ala memberi wali-wali-Nya dua nikmat sekaligus, nikmat menikmati apa sahaja yang ada disyurga, dan nikmat menikmati melihat wajah-Nya. Keempat hal ini disebutkan Allah swt dalam surah Al-Muthaffifin ini. Tentang orang-orang yang baik-baik, Allah swt berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang baik-baik itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (Al-Muthaffifin : 22-23)
Sungguh meremukkan makna ayat orang yang berkata: Bahawa mereka melihat musuh-musuh mereka yang sedang diseksa atau melihat istana-istana mereka atau taman-taman mereka, atau melihat sebahagian yang lain. Semua penafsiran ini menyimpang dari maksud ayat yang sebenarnya. Makna ayat yang benar bahawa mereka melihat wajah Tuhan mereka. Ini berbeza dengan keadaan orang-orang kafir yang terhalang melihat Tuhan mereka. Allah swt berfirman :
“Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.” (Al-Muthaffifin : 16)
Cubalah renungkan, bagaimana Allah swt membalas ucapan orang-orang kafir terhadap lawan-lawannya di dunia dan penghinaan mereka terhadap lawan-lawannya dengan ucapan kebalikannya pada hari kiamat. Dulu di dunia, jika orang-orang kafir dilalui orang-orang mukmin, mereka menghina mereka dan mentertawakan mereka. Firman Allah swt :
“Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang sesat.” (Al-Muthaffifin : 32)
Kemudian Allah swt berfirman :
“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman mentertawakan orang-orang kafir. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (Al-Muthaffifin : 34-35)
Sebagai balasan dari penghinaan mereka dan tertawaan mereka terhadap orang-orang Mukmin. Kemudian Allah swt berfirman :
“Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.” (Al-Muthaffifin : 35)
Pada ayat di atas, Allah swt mengulas kata memandang dan tidak membatasinya dengan memandang sesuatu dan tidak memandang sesuatu yang lain. Puncak yang mereka lihat, yang paling agung, dan paling tinggi yakni Allah swt. Melihat wajah Allah swt adalah penglihatan yang paling mulia, dan paling utama, serta darjat petunjuk yang paling tinggi. Dengan nikamt itulah Allah swt membalas ucapan orang-orang kafir :
“Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang sesat.” (Al-Muthaffifin : 32)
Jadi melihat Allah swt adalah yang dimaksud dengan kedua ayat di atas.
Sebagaimana halnya kenikmatan di syurga tidak boleh disamakan dengan kenikmatan melihat wajah Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Suci, maka kenikmatan dunia juga tidak boleh disamakan dengan kenikmatan mencintai Allah swt, mengenalinya-Nya, rindu berjumpa dengan-Nya, dan damai dengan-Nya. Bahkan, boleh dikatakan bahawa kelazatan melihat wajah Allah swt diukur dan pengenalan manusia kepada Allah swt, dan kecintaan mereka kepada-Nya.
Sesungguhnya kelazatan itu tergantung perasaan dan cinta. Sebagaimana seorang pecinta itu sangat mengenali kekasihnya dan sangat mencintainya, maka kenikmatan berdekatan dengan Allah Ta’ala, melihat wajah-Nya, dan tiba di tempat-Nya jauh lebih agung lagi.
Kelima, sesungguhnya makhluk itu tidak boleh memberi manfaat dan mudharat kepada seseorang. Tidak juga boleh memberi, menahan, memberi petunjuk, menyesatkan, menolong, menyusahkan, merendahkan, mengangkat, memuliakan, dan menghinakan. Hanya Allah sahaja yang mampu melakukan semua hal di atas. Allah swt berfirman :
“Apa sahaja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya, dan apa sahaja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Fathir : 2)
Allah swt berfirman :
“Jika Allah menimpakan sesuatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghalangnya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tiada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus : 107)
Allah swt berfirman :
“Jika Allah menolong kalian, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kalian. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Kerana itu hendaklah kepada Allah sahaja orang-orang mukmin bertawakal.” (Ali Imran : 160)
Allah swt berfirman tentang sahabat Yaasiin :
“Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki mudharat terhadapku, nescaya syafa’at mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?” (Yaasiin : 23)
Allah swt berfirman :
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepada kamu, adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka mengapa kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (Fathir : 3)
Allah Ta’ala berfirman :
“Atau siapakah dia yang menjadi tentera bagi kamu yang akan menolong kamu selain dari Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu. Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?” (Al-Mulk : 20-21)
Pada ayat di atas, Allah swt menggabungkan antara rezeki dengan kemenangan. Sesungguhnya seorang hamba itu memerlukan Zat yang mampu mengusir musuhnya dari dirinya dengan jalan memberi pertolongan kepadanya dan mendatangkan manfaat kepadanya dengan memberinya rezeki. Ia mesti memiliki penolong dan pemberi rezeki. Dan hanya Allah swt sahaja yang dapat memberi pertolongan dan rezeki. Allah swt adalah Pemberi Rezeki dan Yang Memiliki Kekuatan Yang Terunggul.
Di antara kesempurnaan kecerdasan dan pengetahuan seorang hamba ia mengerti, bahawa jika Allah swt menimpakan penderitaan kepadanya, maka penderitaan tersebut tidak dapat dihilangkan oleh selain Allah swt. Jika ia mendapatkan nikmat, maka tidak ada selain Allah yang dapat memberinya nikmat tersebut. Disebutkan, bahawa Allah swt memberi wahyu kepada salah seorang dari Nabi-nabi-Nya :
“Ketahuilah Aku dengan kecerdasan yang halus, dan kelembutan yang tidak terlihat, kerana sesungguhnya Aku menyukai hal yang demikian!” Nabi tersebut berkata: “Tuhanku, apa yang dimaksud dengan kecerdasan halus?” Allah berfirman: “Jika Aku menjatuhkan lalat kepadamu, ketahuilah bahawa Aku yang menjatuhkannya dan mintalah Aku mengangkatnya kembali.” Nabi tersebut berkata: “Tuhanku, apa yang dimaksud dengan kelembutan yang tidak terlihat?” Allah berfirman: “Jika memiliki biji-bijian, ketahuilah bahawa Aku mendengarnya.”
Allah swt berfirman tentang tukang-tukang sihir:
“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah.” (Al-Baqarah : 102)
Jadi hanya Allah swt sahaja yang mencukupi hamba-Nya, menolongnya, memberinya rezeki, dan menjaganya.
Imam Ahmad berkata: Bahawa berkata kepada kami Abdul Razzaq berkata: Bahawa berkata kepada kami Ma’man berkata: Bahawa aku mendengar Wahb berkata: Bahawa Allah swt berfirman dalam sebahagian Kitab-Nya :
“Demi keagungan-Ku, sesungguhnya barangsiapa berpegang teguh kepada-Ku, jika seluruh langit dan seisinya dan seluruh bumi dengan seisinya menipunya, maka Aku memberikan jalan keluar baginya. Dan barangsiapa tidak berpegang teguh kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memutus keduanya tangannya dari sebab-sebab langit, Aku menenggelamkan bumi dari bawah kedua kakinya, kemudian Aku menjadikannya berada di udara dan menyerahkannya kepada dirinya sendiri: ‘Cukupilah untuk hamba-Ku, Aku memberinya sebelum ia meminta, dan Aku mengabulkan sebelum ia berdoa kepada-Ku. Aku mengetahui keperluannya yang sangat ia perlukn daripada ia sendiri.”
Imam Ahmad berkata: kepada kami Hasyim bin Al Qasim berkata: kepada kami Abu Sa’id Al-Muaddab berkata: kepada kami orang yang mendengar Atha’ Al-Khurasanj berkata: bahawa aku bertemu dengan Wahb bin Munabbih yang sedang thawaf di Baitullah, kemudian aku berkata kepadanya: “Berilah aku satu hadith yang boleh aku hafal darimu dan tempat ini dan jangan terlalu panjang.”
Wahb bin Munabbih berkata:
“Ya Allah, mewahyukan kepada Nabi Daud, ‘Hai Daud, demi keagungan-Ku dan kebesaran-Ku, tidaklah salah seorang hambu-Ku berpegang teguh kepada-Ku dan tidak kepada makhluk. Aku mengetahuinya dari niatnya, kemudian ia ditipu oleh tujuh langit beserta isinya dan bumi tujuh dengan seisinya melainkan Aku menjadikan baginya jalan keluar demi keagungan-Ku, dan kebesaran-Ku, adakah salah seorang hamba dari hamba-hamba-Ku berpegang teguh kepada makhluk selain Aku – Aku mengetahuinya dari niatnya, melainkan Aku memutus sebab-sebab langit dari tangannya, dan Aku benamkan bumi dari bawah kedua kakinya, kemudian Aku tidak peduli di lembah mana ia mati.”
Sisi ini lebih sesuai bagi kebanyakan roang daripada sisi sebelumnya. Oleh kerana itu, ia lebih banyak dijumpai dalam Al-Quran daripada sisi sebelumnya, dan sisi itu pula para Rasul mengajak manusia kepada sisi pertama. Sisi ini menghendaki seseorang bertawakal kepada Allah swt, meminta pertolongan kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, dan meminta kepada-Nya dan bukannya kepada yang lain.
Sisi ini juga menhendaki sesorang mencintai Allah swt dan beribadah kepada-Nya, kerana kebaikan-Nya kepada hamba-Nya, dan pemberian nikmat oleh-Nya kepadanya. Jika manusia mencintai Allah swt, beribadah kepada-Nya, dan bertawakal kepada-Nya dan sisi ini, mereka masuk daripadanya kepada sisi pertama.
Begitu juga jika seorang mendapatkan cubaan berat, atau kemiskinan yang parah, atau ketakutan, kemudian ia berdoa kepada Allah swt dengan rendah hati sehingga dibukakan untuknya kenikmatan bermunajat kepada-Nya dan beriman kepada-Nya, serta peringatan kepada-Nya yang kesemuanya itu lebih ia sukai daripada tujuan yang ia inginkan sejak awal yakni hilangnya musibah yang menderanya. Namun pada awalnya, ia tidak mengetahuinya sehingga akhirnya pada suatu saat ia mendapatkannya dan rindu kepadanya.
Sisi keenam, sesungguhnya ketergantungan seorang hamba kepada selain Allah swt itu membahayakan dirinya sendiri, jika ia mengambil darinya melebihi yang semestinya dan tidka menggunakannya untuk taat kepada Allah swt. Jika seseorang makan, minum, melakukan hubungan seksual, dan berpakaian melebihi yang semestinya, itu semua membahayakan dirinya.
Jika ia mencintai selain Allah swt seperti halnya ia mencintai Allah swt, pasti ia akan berpisah dengannya. Jika ia mencintainya tidak kerana Allah swt, maka cintanya akan membahayakan dirinya dan ia terseksa oleh kekasihnya di dunia atau di akhirat. Dan pada umumnya ia terseksa di dunia dan akhirat. Allah swt berfirman :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahawa mereka akan mendapat) seksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dari mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta benda kamu yang kamu simpan untuk diri kamu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At-Taubah : 34-35)
Allah swt berfirman :
“Maka jangalah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi)  harta benda dan anak-anak itu untuk menyeksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (At-Taubah : 55)
Tidak benar orang misalnya Al-Jurjani yang berpendapat, bahawa ada takdim (diawalkan), ta’khir (diakhirkan) pada ayat di atas. Al-Jujani berkata: bahawa firman Allah swt fi al-hayati ad-dunya (dalam kehidupan dunia) disusun setelah pemenggalan lain yang tidak pada tempatnya.
Jadi penafsiran ayat tersebut adalah: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka dalam kehidupan dunia menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki menyeksa mereka di akhirat dengan harta benda dan anak-anak tersebut.” Pendapat di atas diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. namun sanadnya terputus. Pendapat tersebut dipegang Qatadah, dan sekumpulan ulama’.
Sepertinya mereka tidak begitu faham dengan yang dimaksud dengan penyeksaan mereka di dunia dengan harta, dan anak-anak mereka, dan bahawa kebahagiaan dan kelazatan mereka, serta kenikmatan mereka adalah dengan harta dan anak-anak mereka, kemudian mereka berpendapat adatakdim (diawalkan) dan ta’khir (diakhirkan) pada ayat di atas.
Sedang orang-orang yang berpendapat, bahawa ayat di atas memang seperti itu, kemudian mereka berbeza pendapat tentang yang dimaksud dengan penyeksaan. Hasan Basri berkata: “Mereka diseksa dengan diambilnya zakat dari hartanya dan berinfak di jalan Allah.” Pendapat ini juga dipegan Ibnu Janin. Ibnu Janin menambahkan: “Yang dimaksud dengan seksa dengan harta ialah bahawa Allah mewajibkan hak-hak-Nya dan kewajipan-kewajipan-Nya kepada mereka, sebab hak-hak Allah tersebut diambilkan dari hartanya tanpa kerelaan hatinya, ia tidak mengharapkan pahala dari Allah, adn ia tidak mengharapkan pujian dan terima kasih dari orang yang mengambilnya, namun hak tersebut diambil dengan perasaan tidak senang dan marah darinya.”
Penafsiran di atas juga menyimpang dari yang dimaksud dengan menyeksa mereka dengan harta di dunia, dan maksud ayat tidak seperti itu.
Sekumpuan ulama’ berkata: bahawa yang dimaksud dengan menyeksa mereka dengan hartanya ialah bahawa kerana kekafirannya, maka harta mereka terancam dirampas dari anak mereka terancam diculik, kerana hukum tentang orang kalah memang demikian.
Penafsiran di atas tidak berbeza dengan penafsiran sebelumnya, kerana Allah swt mengakui orang-orang munafik, dan melindungi harta mereka dan anak-anak mereka kerana keislaman mereka secara zahiriah, serta Dia sendiri yang mengetahui rahsia mereka yang sebenarnya. Jika yang dimaksud ayat adalah seperti yang mereka katakan, maka maksud Allah swt adalah dengan dirampasnya harta mereka dan ditawannya anak-anak mereka.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan iradat di sini adalah sifatnya kauniah (alamiah) dengan anti kehendak. Apa yang dikehendaki Allah swt, pasti berlaku, dan apa sahaja yang tidak dikehendaki Allah, tidak akan berlaku.
Penafsiran yang benar tentang ayat di atas, wallahu a’lam, ialah bahawa penyeksaan mereka dengan harta boleh dilihat dan penyeksaan para pemburu dunia, para pecinta dunia, dan orang-orang yang lebih mengutamakannya daripada akhirat dalam bentuk ambisi untuk mendapatkannya, kelelahan luar biasa dalam mendapatkannya dan menemui banyak sekali ke dalam upaya mencarinya.
Anda tidak melihat orang yang lebih lelah dan orang menjadikan dunia sebagai matlamat besarnya dan ambisi untuk mendapatkannya. Seksa di sini adalah rasa sakit, kesukaran, dan kelelahan, seperti sabda Rasulullah saw :
“Bepergian adalah penggalan dari seksa.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmizi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Atau seperti sabda Rasulullah saw :
“Sesungguhnya jenazah itu pasti diseksa dengan tangisan keluarganya terhadapnya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya ia sakit dan menderita kerananya, dan bukannya ia diseksa kerana perbuatan mereka. Begitulah orang yang menjadikan dunia sebagai matlamat atau matlamat terbesarnya seperti disabdakan Rasulullah saw dalam hadith yang diriwayatkan At-Tirmizi, dan lain sebagainya hadith dari Anas bin Malik r.a.
“Barangsiapa akhirat menjadi matlamatnya, maka Allah menjadikan kekayaannya dalam hatinya, menyatukan perpecahannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan patuh kepadanya. Dan barangsiapa dunia menjadi matlamatnya, maka Allah akan menjadikan kemiskinannya di antara kedua matanya, memecah belah persatuannya, dan dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditentukan untuknya.” (Diriwayatkan At-Tirmizi)
Di antara seksa dunia yang paling menyakitkan ialah pemecahbelahan persatuan, perpecahan hati, dan kemiskinan diletakkan di pelupuk matanya dan tidak meninggalkannya sedetik pun. Seandainya perindu dunia tidak mabuk kepayang dengan cinta dunia, mereka pasti berteriak meminta perlindungan dari dunia. Disebutkan dalam Jami’ At-Tirmizi hadith dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Muhammad saw yang bersabda :
“Allah Tabaraka wata’ala berfirman: ‘Hai anak Adam, berilah tumpuan untuk beribadah kepada-Ku, nescaya Aku memenuhi dadamu dengan kekayaan, dan menutup kemiskinanmu. Jika engkau tidak melakukannya, Aku memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak menutup kemiskinanmu’.” (Diriwayatkan At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Termasuk seksa dunia yakni kesibukan hati dan badan menanggung seksa dunia, bersaing dengan manusia dalam memperebutkan dunia, dan memusuhi mereka, seperti generasi dikatakan salah seorang dan generasi salaf, “Barangsiapa mencintai dunia, hendaklah ia menyiapkan dirinya untuk menanggung banyak musibah.”
Pecinta dunia tidak pernah lepas dari tiga perkara :
  • Pertama, galau yang selalu berlaku.
  • Kedua, kelelahan yang berkepanjangan.
  • Ketiga, kerugian yang tidak berakhir.
Ini disebabkan kerana setiap kali para pecinta dunia mendapatkannya sesuatu, pasti jiwanya berhasrat mendapatkan sesuatu yang lebih besar lagi seperti disebutkan dalam hadith sahih dari Nabi Muhammad saw yang bersabda :
“Jika anak Adam memiliki dua lembah berisi harta, pasti menginginkan lembah ketiga.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmizi dan Ahmad)
Nabi Isa bin Maryam a.s. mengibaratkan pecinta dunia seperti peminum minuman keras. Semakin banyak ia minum minuman keras, rasa hausnya semakin meningkat.
Ibnu Abu Dunya menyebutkan, bahawa al-Hasan Al-Basri menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz :
“Sesungguhnya dunia adalah negeri yang akan pergi, dan tidak abadi. Adam diturunkan kepadanya sebagai hukuman baginya. Oleh kerana itu, berhati-hatilah terhadapnya wahai Amirul Mukminin. Sesungguhnya bekal di dunia ialah dengan meninggalkannya, dan kaya di dalamnya ialah dengan tidak memilikinya.
“Dunia selalu meminta korban dalam setiap waktu. Ia merendahkan orang yang mengagungkannya dan membuat miskin orang yang mengumpulkannya. Ia seperti racun yang diminum orang yang tidak mengetahuinya dan di dalamnya terdapat kematiannya. Maka jadilah baginda, wahai Amirul Mukminin di dalamnya seperti orang yang mengubati lukanya. Ia memilih bertahan menghadapi pantangan sebentar daripada sakit lama, dan bersabar terhadap sakitnya pengubatan daripada merasakan sakit dalam jangka waktu yang lama.
“Berhati-hatilah terhadap dunia yang menipu, berkhianat, dan memperdaya. Ia berhias dengan tipuannya, berdandan dengan muslihatnya, membuat gila dengan angan-angannya, dan membuat rindu pana pelamarnya sehingga ia menjadi seperti pengantin yang menjadi pusat perhatian.
“Semua mata melihat kepadanya, semua hati rindu kepadanya, dan semua jiwanya tertarik kepadanya. Ia pembunuh bagi suami-suaminya, namun kenyataannya orang-orang yang masih hidup tidak mahu belajar dari orang yang telah meninggal dunia dan orang generasi terakhir tidak mengambil pelajaran dari orang generasi pertama.
“Orang yang kenal dengan Allah, jika ia diberitahu tentang dunia, ia sedar. Orang yang merindukannya boleh jadi mendapatkan apa yang diinginkannya kemudian ia terperdaya, berbuat sewenang-wenangnya, dan lupa pada hari kemudian. Hatinya sibuk dengan dunia sehingga kakinya tergelincir di dalamnya.
“Akibatnya penyesalannya menggelembung, kesedihannya membesar, terkumpul padanya sakaratul maut dan rasa sakitnya dengan kesedihan kehilangan dunia. Ia pergi dari dunia dalam terpukul hatinya, tidak mendapatkan apa yang dicarinya, dan jiwanya tidak boleh istirehat dari kelelahan. Ia keluar dari dunia tanpa bekal dan tiba di tempat tujuan tanpa oleh-oleh.
“Oleh kerana itu, waspadalah wahai Amirul Mukminin! Kerana sesungguhnya pemilik dunia, setiap kali ia senang kepadanya, maka itu berubah menjadi kebenciannya. Hiburan di dalamnya adalah makanan yang membahayakan. Kemakmuran dengannya menghantarkan kepada petaka, dan keabadian di dalamnya menjadi tidak abadi.
“Kebahagiaannya bercampur dengan kesedihan. Apa yang telah hilang dan seseorang, tidak akan kembali lagi. Ia tidak tahu apa yang akan datang kepadanya kemudian ia menunggu kedatangannya. Angan-angannya adalah bohong belaka, kejernihannya adalah kekeruhan, dan kehidupannya adalah memenatkan.
“Seandainya Pencipta dunia tidak menyampaikan berita tentang dunia, dan tidak memberi perumpamaan tentang dunia, pasti dunia akan membangunkan orang yang tidur, dan mengingatkan orang yang lupa diri. Bagaimana tidak, padahal telah datang pelarang dari Allah swt dan ada penasihat di dalamnya?
“Dunia di sisi Allah swt tidak ada harga dan nilainya. Dia tidak melihat kepadanya sejak Dia menciptakannya. Sungguh dunia dengan kunci-kuncinya dan semua kekayaannya yang nilainya di sisi Allah lebih dengan dan sayap lalat pernah diperlihatkan kepada Nabi kita saw kemudian beliau menolak menerimanya. Beliau tidak mencintai sesuatu yang dibenci Allah, atau mengangkat apa yang direndahkan Pemiliknya.
“Allah menjauhkan dunia dari orang-orang yang soleh dengan sukarela dan membentangkannya kepada musuh-musuh-Nya dengan tujuan menipunya. Orang yang tertipu dengan dunia dan berkuasa terhadapnya menyangka bahawa ia dimuliakan dengan dunia terus disebut dan lupa apa yang diperbuat. Rasulullah saw ketika beliau mengikatkan batu diperutnya.”
Al-Hasan Basri menambahkan :
“Sesungguhnya jika suatu kaum memuliakan dunia, maka dunia menyalib mereka di atas pohon. Oleh kerana itu, hinakan dunia, ia akan menjadi sesuatu yang paling terhina jika kamu menghinakannya.”
Para pemilik dunia dan para penduduknya mengetahui dengan betul penderitaan dan berbagai jenis sakit yang mereka alami ketika mereka mencari dunia.
Kerana dunia menjadi matlamat terbesar bagi orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, dan tidak mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka seksa dirinya dengan dunia adalah sesuai dengan besar kecilnya ambisinya terhadap dunia dan ketandusan usahanya dalam mencarinya.
Jika anda ingin tahu penderitaan pemilik dunia, cubalah renungkan keadaan seorang penduduk yang lama dalam mencintai kekasih idaman hatinya. Setiap kali ia bermaksud mendekat kepada kekasihnya, justeru kekasihnya menjauh daripadanya, tidak menetapi cintanya, mendiamkannya, dan musuh datang kepadanya.
Bersama kekasihnya, ia merasakan kehidupan yang sangat memenatkan. Ia memilih mati demi kekasihnya, padahal kekasihnya jarang sekali menetapi janji, tidak peduli, memiliki kekasih-kekasih idaman yang lain, cepat berubah, sedang berkhianat, dan seringkali berganti haluan seperti serigala. Bersamanya, ia mendapatkan keamanan dalam dirinya dan hartanya.
Meskipun begitu, ia tidak memiliki kesabaran darinya, tidak mendapatkan jalan kepada hiburan yang menghiburnya, dan ikatan yang ia selalu boleh bersama dengannya. Jika seorang perindu tidak memiliki penderitaan lain selain penderitaan di atas, maka penderitaan di atas sudah cukup. Bagaimana jika ia dijauhkan dari semua kelazatannya dan ia terseksa oleh kesenangannya yang menyibukkan dari berusaha mencari bekal dan kemaslahatan masa depannya di akhirat?
Kita kembali kepada permasalahan bab ini tentang pengubatan penyakit cinta dunia yang ada di dalam hati, Insya Allah. Sebab tujuan dan bab ini ialah menerangkan bahawa barangsiapa mencintai sesuatu selain Allah, cintanya bukan untuk Allah, dan ia tidak menggunakan sesuatu tersebut untuk taat kepada Allah Ta’ala, maka Allah menyeksanya dengannya di dunia sebelum hari kiamat, seperti dikatakan dalam syair :
“Engkau menjadi korban oleh apa sahaja yang engkau cintai. Oleh kerana itu, pilih untukmu dirimu siapa yang engkau pilih di udara.”
Pada hari kiamat, Hakim Yang Maha Adil menghakimi semua orang yang mencintai sesuatu di dunia; dengan memberinya nikmat atau seksa. Oleh kerana itu, Allah swt berfirman:
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kemalangan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu kawan akrab. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Quran ketika al-Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mahu menolong manusia.” (Al-Furqan : 27-29)
Allah swt berfirman:
“(Kepada malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta kawan sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) kerana sesungguhnya mereka akan ditanya: Kenapa kamu tidak tolong-menolong?” (As-Saffat : 22-24)
Umar bin Khattab r.a berkata:
“Yang dimaksud dengan kata azwaajukum pada ayat di atas adalah orang-orang yang sama dengan mereka.”
Allah swt berfirman:
“Dan apabila roh-roh dipertemukan.” (At-Takwir : 7)
Allah swt menggabungkan satu bentuk dengan bentuk yang sama dengannya dan menjadikannya berpasang-pasangan orang baik dengan orang baik, dan orang jahat dengan orang jahat.
Maksud dan ini semua ialah menerangkan, bahawa barangsiapa mencintai sesuatu selain Allah swt, ia akan mendapatkan kerugian dan apa yang dicintainya baik yang dicintai masih ada atau telah hilang. Jika apa yang dicintai sudah tidak ada lagi, ia diseksa dengan tidak adanya sesuatu yang dicintai tersebut. Ia menderita sesuai dengan besar kecilnya ketergantungan hatinya dengannya.
Jika yang dicintainya masih ada, sebelum ia mendapatkannya ia sudah menderita, ia lelah setelah mendapatkannya, dan rugi ketika hal tersebut hilang dan dirinya. Itu semua lebih besar daripada kenikmatan yang ia rasakan. Dikatakan dalam syair:
“Di dunia ini tidak ada orang yang lebih malang daripada seorang pecinta
Meskipun ia mendapatkan hawa nafsu sebagai sesuatu yang sangat manis rasanya
Anda lihat ia menangis dalam semua keadaan kerana takut berpisah atau kerana rindu
Ia menangis jika mereka yang dicintainya jauh kerana rindu kepada mereka
Ia menangis jika mereka dekat, kerana khuatir berpisah dengan mereka
Matanya memerah ketika berjumpa
Dan matanya memerah ketika berpisah.”
Kenyataan ini boleh dilihat dengan renungan dan pengalaman. Oleh kerana itu, Rasulullah saw bersabda dalam hadith yang diriwayatkan At-Tirmizi, dan lain-lainnya:
“Dunia ini terkutuk dan terkutuk pula apa sahaja yang ada di dalamnya kecuali zikir kepada Allah dan apa sahaja yang berpihak kepada Allah.” (Riwayat At-Timirzi)
Zikir kepada Allah swt adalah semua bentuk ketaatan kepadanya. Jadi jika seseorang taat kepada Allah swt, ia dalam keadaan zikir kepada-Nya, meskipun mulutnya tidak bergerak dengan zikir. Barangsiapa berpihak kepada Allah swt, ia dicintai Allah dan didekatkan kepada-Nya.
Disebutkan dalam Al-Musnad dan sunan-sunan hadith dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a berkata:
Pada hakikatnya, seseorang itu menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri, dan ia menjadikan kebaikannya kepada orang lain sebagai alat dan pengantar tercapainya manfaat kebaikannya tersebut. Jika ia berbuat baik kepada orang lain, ia mengharapkan balasan di dunia ini kerana ia sangat memerlukannya atau mengharapkan kebaikan yang sama, atau mengharapkan pujian dan ucapan terima kasih daripadanya.
Ia juga berbuat baik kepada orang kerana mengharapkan mendapatkan sanjungan dan pujian. Ia berbuat baik kepada dirinya dengan jalan berbuat baik kepada orang lain kerana menginginkan balasan dari Allah swt di akhirat kelak. Ia berbuat baik kepada dirinya dengan cara seperti itu.
Ia menangguhkan balasannya pada hari di mana pada hari tersebut ia sangat memerlukan balasan kebaikannya, dan ia tidak tercela dlam hal ini, kerana pada hakikatnya ia adalah orang miskin yang memerlukan dan kemiskinan adalah sifat yang melekat dalam dirinya. Kesempurnaan dirinya ialah dengan serius mencari apa yang bermanfaat baginya dan ia tidak lemah dalam mencarinya. Allah swt berfirman:
“Jika kamu berbuat baik (beerti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.” (Al-Isra’ : 7)
Allah swt berfirman:
“Dan apa sahaja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri.” (Al-Baqarah : 272)
Allah Ta’ala berfirman dalam hadith yang diriwayatkan Rasulullah saw dari-Nya:
“Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak mampu memberi manfaat kepada-Ku, dan membuat mudharat kepada-Ku. Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya amal perbuatan kamu Aku catat untuk kamu kemudian Aku menyempurnakan pahalanya untuk kamu. Oleh kerana itu, barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Allah, dan barangsiapa mendapat kebalikannya, ia sekali-kali jangan mencela kecuali mencela dirinya sendiri.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmizi dan Ibnu Majah)
Jadi manusia itu sama sekali tidak ingin memberi manfaat kepada anda, justeru ia mendapatkan manfaat dari anda. Sebaliknya Allah Ta’ala ingin memberi manfaat kepada anda dan Dia tidak mengharapkan manfaat dari anda. Sebuah manfaat murni yang bersih dari mudharat. Ini berbeza dengan keinginan orang untuk memberi manfaat kepada anda, boleh jadi di dalam manfaat yang diberikan kepada anda menyimpan mudharat bagi anda, meskipun anda merasakannya kesenangan.
Renungkan hal ini, kerana sesungguhnya kesedaran anda menghalangi anda berharap kepada makhluk sesama, atau memperlakukannya untuk selain Allah swt, atau meminta manfaat daripadanya, atau memintanya menolak mudharat dari diri anda, atau anda menggantungkan hati anda kepadanya, kerana sesungguhnya ia justeru ingin mendapatkan manfaat dari anda dan sama sekali tidak ingin memberi manfaat kepada anda.
Itulah keadaan umum seluruh makhluk; sebahagian dengan sebahagian yang lain, anak dengan ayahnya, suami dengan isterinya, hamba dengan tuannya, dan rakan dengan rakan yang lainnya. Orang yang berbahagia ialah orang yang menggunakan mereka untuk Allah swt dan bukan untuk mereka, berbuat baik kepada mereka kerana Allah swt, takut kepada Allah swt pada mereka, tidak takut kepada mereka bersama Allah swt, berharap kepada Allah dengan berbuat baik kepada mereka, tidak mengharap kepada mereka bersama Allah swt, mencintai mereka kerana cinta kepada Allah, dan tidak mencintai mereka bersama Allah swt seperti difirmankan Allah swt:
“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepada kamu hanyalah untuk mengharapkan keredhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (Al-Insan : 9)
Sesungguhnya seorang hamba itu tidak mengetahui kemaslahatan anda jika Allah swt tidak mengenalkan kemaslahatan tersebut kepadanya. Ia tidak mampu mendapatkannya jika Allah swt tidak menentukannya baginya. Dan ia tidak mampu menginginkannya sehingga Allah swt menciptakan padanya keinginan dan kehendak. Jadi semua kebaikan berasal dari Allah swt.
Semua kebaikan ada di tangan-Nya. Dan kepada-Nya dikembalikan segala persoalan. Jadi menggantungkan hati kepada selain Allah swt dalam berharap, takut, tawakal, dan peribadatan adalah mudharat murni yang tidak ada manfaat ini dalamnya. Kalau pun ada manfaat di dalamnya, maka Allah swt yang mentakdirkannya, dan menghantarkannya kepada kita.
Sesungguhnya kebanyakan manusia itu ingin mendapatkan manfaat dari anda, tanpa mempedulikan manfaat tersebut merugikan agama dari dunia anda. Tujuan mereka ialah mendapatkan keperluan dan anda meskipun itu merugikan anda.
Sedang Allah swt, Dia menginginkan manfaat untuk anda, ingin berniat baik kepada anda untuk anda sendiri dan bukan untuk manfaatnya-Nya, dan ingin menghilangkan mudharat dari anda, maka bagaimana anda menggantungkan impian anda, harapan anda, dan ketakutan anda kepada selain Dia?
Puncak dari ini semua, hendaklah anda mengetahui:
“Bahawa jika seluruh makhluk sepakat untuk memberi sedikit pun manfaat kepada anda, mereka tidak mampu memberi manfaat kepada anda kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah untuk anda, dan jika mereka sepakat untuk memberi sedikit pun mudharat kepada anda, mereka tidak mampu memberi mudharat kepada anda kecuali dengan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah Ta’ala untuk anda.” (Diriwayatkan At-Tirmizi)
Allah swt berfirman:
“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman mesti bertawakal.” (At-Taubah : 51)
Kesimpulan
Manusia, bahkan semua makhluk hidup itu bergerak dengan keinginan, dan tidak lepas dari ilmu, keinginan, dan melakukan kegiatan dengan keinginan tersebut. Ia memiliki tujuan, dan sebab yang menghantarkannya kepada tujuan tersebut. Terkadang penyebabnya berasal dari dalam dirinya, dan terkadang berasal dari luar dirinya.
Terkadang berasal dari dalam dirinya sekaligus luar dirinya. Oleh kerana itu, makhluk hidup diberi fitrah untuk menginginkan sesuatu dan menggunakan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Tujuan itu ada dua:
  1. Pertama, tujuan untuk dirinya sendiri.
  2. Kedua, tujuan untuk orang lain.
Alat itu ada dua:
  1. Pertama, alat dengan dirinya sendiri.
  2. Kedua, alat dalam bentuk alat.
Inilah keempat hal itu. Pertama, tujuan untuk diri sendiri. Kedua, tujuan untuk orang lain. Ketiga, alat dengan diri sendiri. Keempat, alat dengan alat bersumber dan alat dengan dirinya sendiri.
Hati mesti memiliki tujuan yang ia senangi dan cintanya berakhir kepadanya. Hati mesti memiliki alat yang menghantarkan kepada tujuannya, dan alat tersebut kelak akan dimintai pertanggungjawabkan. Ibadah dan meminta pertolongan pada umumnya saling mengikat.
Barangsiapa menggantungkan hatinya kepada sesuatu dalam rezekinya, pertolongannya, dan manfaatnya, ia patuh kepadanya, merendahkan diri kepadanya, patuh kepadanya, dan mencintainya dari sisi ini, meskipun ia tidak mencintainya untuk dirinya sendiri, namun dalam perjalanan waktu, ia akan mencintainya untuk dirinya sendiri, dan lupa akan maksud daripadanya.
Sedang orang yang dicintai hati dan diinginkannya, boleh jadi ia tidak meminta tolong kepadanya dan meminta tolong orang lain untuk menghadapinya, seperti orang mencintai harta atau kedudukan, atau wanita. Jika ia mengetahui bahawa apa yang dicintainya mampu mewujudkan keinginannya, ia meminta pertolongan kepadanya.
Jika hal ini telah diketahui dengan baik, menjadi jelaslah siapa yang paling berhak akan peribadatan dan permintaan tolong, dan bahawa mencintai selain Allah dan meminta pertolongan kepada selain Allah jika ia tidak menggunakannya sebagai alat untuk mencintai Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya, maka itu adalah mudharat bagi seorang hamba dan kerosakannya lebih banyak daripada kemaslahatannya.
Allah tempat meminta pertolongan dan kepada-Nya kita bertawakal